Surat untuk Bunda
Tepat 6 tahun silam, aku menuliskan kata-kata ini. Ungkapan dari dalam hati anak umur 19 tahun. Setelah selesai menuliskannya, aku pun bingung bagaimana cara memberikan pada mamak. Hampir tak pernah dalam kehidupan kami dilalui dengan kata-kata romantis, jadi masih sangat gengsi. Akhirnya dengan sedikit keberanian, aku menulisnya di secarik kertas dan memasukkan ke dalam sebuah amplop. Saat akan minta izin berangkat ke kampus, dengan malu-malu aku berikan ke tangan mamak dan langsung buru-buru keluar rumah.
Assalamu’alaikum,
Cintaku menyapamu,
Bagaimana kabar mu
hari ini,bunda?
Semoga raga dan
jiwamu selalu dalam lindungan Tuhan,
bunda, boleh kah ku
katakan sesuatu? mungkin ini belum pernah kukatakan sebelumnya.
19 tahun lalu
aku dilahirkan dalam cinta. Dekapan hangat selalu menyertai setiap langkahku,
Tangan mungilku
digenggam, kecupan sayang mewarnai hari-hariku bersama seorang malaikat yang
Tuhan berikan untukku. Ya hanya untukku.
Dan kau tau
bunda,,siapa malaikat itu?
malaikat itulah
dirimu.
Bunda, tiba-tiba
kenangan itu terbayang dalam benakku,
saat manusia
berpendidikan itu memvonismu dengan sesuatu yang menakutkan,
kau mengajariku
bahwa tak ada yang perlu kita takuti,
karna Tuhan
mempunyai cara sendiri untuk membahagiakan hamba-Nya,
dan kau selalu
memberiku semangat,
kau menemani dalam
setiap kegiatanku,
kau awasi semua
perkembanganku,
Namun, aku lupa dengan
semua tentangmu saat itu,
saat kau menangis
kala ku terbaring lemas di tempat tidur,
saat kau mulai
memikirkan bagaimana masa depanku kelak,
begitu naifnya aku
melupakan semuanya,
Bunda, izinkan aku
memohon maaf padamu,
terlalu sering ku
goreskan luka pilu itu di hatimu,
terlalu sering ku
tak peduli dengan keletihanmu,
dan terlalu sering
ku abaikan deritamu.
Bunda, aku iri
padamu,
aku iri dengan
keteguhanmu,
aku iri dengan
kesabaranmu,
jika suatu hari
nanti aku menjadi seorang ibu,
aku ingin menjadi ibu
yang sabar sepertimu,bunda.
Bunda, saat dirimu
melangkah menjauh dariku,
pergi meninggalkanku
beberapa waktu yang tak lama,
saat itu pula
dadaku terasa sesak,
ada kekosongan yang
kurasa,
saat ku tak melihat
raut wajahmu,
yang selalu
memancarkan kasih sayang,
baru kusadari betapaku
tak mampu hidup tanpamu,
dan taukah bunda,
ku tak mampu
membayangkan bagaimana jika kau meninggalkanku,
dalam waktu yang lama
dan tak kan pernah kembali,
mungkin saat itu
pula kebahagiaanku terhenti.
Terima kasih bunda,
untuk segala yang
telah kau berikan untukku,
untuk nyawa
yang telah kau pertaruhkan demi nafasku,
dan untuk semua
kesabaran itu,
kasih sayangmu tak
kan lekang oleh waktu,
tak kan hilang
dalam benci,
karena kau malaikat
yang kan selalu ada untukku,
I love you, bunda.
Wassalam.
Ananda
Banda Aceh, 21 Desember 2010
0 komentar