Cannabis Sativa; Tak Hanya untuk Euforia

Cannabis sativa atau yang biasa disebut dengan “tumbuhan ganja” telah lama dikenal dan dimanfaatkan manusia. Secara historis, ganja pertama kali ditemukan di Cina tahun 2737 SM. Masyarakat Cina menggunakan ganja sebagai bahan tenun pakaian, kertas, dan terapi penyembuhan untuk berbagai penyakit seperti rematik, sakit perut, beri-beri, hingga malaria. Tumbuhan ini hanya tumbuh di daerah pegunungan tropis dengan ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut. Tanaman ganja dapat tumbuh liar dengan sedikit perawatan. Tanaman ini hanya membutuhkan sedikit irigasi, pupuk, dan hampir tidak membutuhkan pestisida karena bunga dan daunnya dapat  menghasilkan sendiri biosida atau zat pengusir hama.

Kita dapat mengenal tumbuhan ini dari ciri-ciri daunnya yang menjari. Tumbuhan ganja bisa mencapai tinggi empat meter. Batangnya bercabang dan digolongkan dalam tanaman perdu. Bunga ganja sudah terlihat pada umur enam bulan. Bijinya berwarna hitam kecokelatan, mengilap, serta mengandung minyak.
Seiring berkembangnya dunia industri, negara-negara maju mulai mempertimbangkan pemanfaatan tumbuhan ganja, mulai dari daging buah, biji, dan batangnya. Minyak biji ganja dapat dijadikan biodiesel seperti halnya minyak jarak atau kelapa sawit. Namun, minyak yang diperoleh dari biji ganja lebih ramah lingkungan, dengan dampak kerusakan lingkungan yang jauh lebih rendah dari tanaman-tanaman yang sekarang lebih populer digunakan. Daging buah ganja pun dapat digunakan sebagai bahan bakar.
            Selain daging buah dan biji, batang ganja juga dapat dimanfaatkan. Serat yang dihasilkan dari batang ganja merupakan salah satu sumber serat tekstil terbaik. Kekuatan tegangan dan ketahanan serat ganja adalah delapan kali lipat jika dibandingkan dengan kekuatan serat kapas.
Pada tahun 1941, Henry Ford menggunakan rami dan sisal yang berasal dari tanaman ganja untuk membuat pintu mobil dan fender. Komposit rami ini dapat menggantikan karbon dan serat kaca yang menimbulkan kerusakan berat pada lingkungan. Kini ganja juga sedang diupayakan untuk dibuat menjadi panel pintu dan dashboard.
Membahas ganja, tidak akan lepas dari Aceh. Provinsi ini terkenal dengan tanaman ganja yang menyebar hampir di setiap hutan lebat di Aceh. Orang Aceh sering menggunakan ganja sebagai bumbu masak untuk menguatkan cita rasa. Salah satu masakan yang sering diberi ganja adalah kuah blangong. Namun, penggunaannya hanya dalam takaran kecil.
Selain sebagai bumbu masakan, masyarakat kerap memanfaatkan tumbuhan ganja dalam bidang pertanian. Mereka sering menyebutnya dengan julukan “bak lakoe” (suami tanaman). Bak lakoe dipercaya dapat melindungi tumbuhan-tumbuhan lain di sekitarnya dari ancaman kambing liar, lembu, babi hutan, dan hama. Tanaman ganja dapat menyuplai unsur hidrogen ke dalam tanah melalui akarnya hingga membuat tanah semakin gembur. Seiring berjalannnya waktu, tanaman ganja terus dimanfaatkan sebagai tanaman pelindung untuk palawija dan tanaman pangan lainnya dari serangan hama.

Terlepas dari banyaknya manfaat yang diperoleh dari tumbuhan ganja tersebut, secara hukum ganja tetap dilarang dan merupakan jenis narkotika berbahaya. Ganja lebih dikenal sebagai tumbuhan yang dapat menimbulkan euforia, yaitu perasaan senang berlebihan yang muncul tanpa sebab. Hal ini dipicu oleh salah satu kandungan yang terdapat pada tumbuhan ganja, yaitu THC (tetrahydrocannabinol). THC merupakan jenis zat psikoaktif.
Negara Indonesia merupakan salah satu penghasil tanaman ganja terbesar. Namun, di negara ini telah diterapkan UU Narkotika. Ganja sendiri termasuk jenis narkotika golongan I yang sampai saat ini masih ilegal penggunaannya. Hal ini karena banyaknya kasus mengenai tanaman ganja yang disalahgunakan.
Tuhan tidak akan menciptakan sesuatu dengan sia-sia, termasuk tumbuhan ganja. Banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari tumbuhan tersebut menjadi bukti kebesaran dan keindahan Tuhan melalui ciptaan-Nya. Hanya, dibutuhkan tangan-tangan arif untuk mengelola tanaman tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat dan jangan sampai disalahgunakan.
Editor : Ferhat
Dipublikasikan di Warta Unsyiah Edisi April 2016, pada Rubrik Saintek 

Share:

0 komentar