1 Muharram ini HARAM Bagiku


Zia,,besok kita ikut konvoi yuk!, kan memperingati 1 Muharram,” sapa Sinta, akhwat di kampus ku dengan suara lembutnya. Namun diriku memang sudah sangat ilfeel dengan orang-orang seperti itu. Ada sedikit kebencian yang bersarang dihatiku untuk mereka-mereka yang senantiasa menjaga jelbabnya agar menjulang menutupi hampir setengah badan. Karena perasaan itu pula, semua perbuatan baik mereka tetap buruk di mataku. Aku benci mereka. 
 
Oh,jam berapa itu Sin?” Tanya ku sambil berbasa-basi. Karena sebenarnya aku sama sekali tidak berniat mengikuti apapun kegiatan yang mereka buat. Hatiku begitu terkunci rapat bagi semua tentang mereka.
Sore ba’da ashar ukhti,” jawabnya yang masih memperlihatkan pesona keramahan seorang akhwat.
Aduh, Zia ngak bisa jam segitu,ada agenda lain, maaf ya Sinta,” jawabku dengan muka memelas pura-pura.
Oh, ngak apa-apa kok,good luck aja ya ukh”.
Sip, syukran ya,” jawabku dengan perasaan lega. Padahal besok aku jelas-jelas tidak punya kegiatan apapun, tapi aku terpaksa berbohong karena aku memang tidak ingin memasuki kawasan mereka apalagi kalau sampai menjadi bagian dari mereka. Aku ngak mau.
Kebencianku pada orang-orang seperti mereka, berawal dari kekecewan ku pada dua orang kakak kelas di SMA dulu, Aisyah dan Rahman. Kak Aisyah adalah wanita yang lembut dan baik. Ia selalu mengenakan baju yang longgar dan jilbab yang tergulur rapi menutupi sebagian dari tubuhnya. Di mataku ia begitu indah dan Aku sangat mengaguminya. Sempat muncul keinginan untuk mengikuti cara berpakaian kak Aisyah. Bukan hanya pakaiannya yang sopan, kesehariannya yang friendly pun membuat siapa saja nyaman berteman dengannya. Hubunganku dengan Kak Aisyah sudah terlalu dekat. Banyak hal yang telah aku ceritakan padanya. Dan Ia selalu memberikan solusi dan motivasi jika aku membutuhkannya, dengan berdasarkan pengetahuan Islam yang ia miliki tentunya.
Namun suatu hari secara tidak sengaja aku membuka pesan masuk di handphone kak Aisyah. Betapa terkejutnya aku melihat isi dari pesan singkat itu.
Assalamu’alaikum,udh makan? lagi ngapain say?”

What? say? bukankah say itu singkatan dari sayang?”, pikirku dalam hati. Aku melihat nama si pengirimnya. Tertulis jelas disana nama Rahman, kakak kelasku yang juga terkenal alim dan berwibawa itu. Kak Rahman adalah ketua Rohis di SMA kami. Tingkah laku yang sopan dan memiliki wajah yang teduh serta prestasi yang gemilang menjadikannya idola di sekolah. Namun ia hanya menanggapi semua itu dengan senyuman. Dan aku benar-benar tidak menyangka seorang kak Rahman berani memanggil kak Aisyah dengan sebutan sayang. Ini sungguh keterlaluan.
Tanpa berfikir panjang lagi segera ku pergi dan meninggalkan kak Aisyah di warung tempat kami makan saat itu. Kak Aisyah mohon izin untuk ke belakang sebentar. Aku tak peduli apakah dia akan kebingungan mencariku. Dan aku pun belum sempat membayar makanan yang ku pesan karena amarah sudah mengisi badanku duluan dari pada pikiran dan hati yang jernih. Aku sangat kecewa. Orang yang selama ini selalu mengingatkan aku tentang bahayanya berzina, zina hati, zina fikiran dan zina-zina lainnya, ternyata dia sendiri yang melakukannya. “Begitu manis mulutmu untuk berkata ini itu, namun dirimu sendiri melakukan yang sebaliknya”,celoteh ku sambil terus menjauh dari warung makan itu. Merasa terganggu bila nanti dihubungi kak Aisyah, jembol tanganku sibuk mengetik pesan singkat untuknya.
Kak saya plg dluan, mf soal uang mkan-a nanti saya ganti, jgn hub saya”
Aku kirimkan pesan itu dan segera me-nonaktifkan telepon genggam milikku. Perjalanan kumulai kembali dengan langsung naik Bus jurusan tempat tinggalku. Aku ingin segera sampai rumah. Ingin segera menenangkan diri.
Setelah peristiwa itu, aku mulai menjauh dari kak Aisyah.. Sempat beberapa kali ia menegurku namun ku balas dengan senyuman maksa. Aku yakin ia pasti kebingungan dengan perubahan sikapku ini. Terbukti ia sering mengirimkan pesan singkat menanyakan ada apa dengan ku. Tapi tak pernah menggrubisnya, aku tak peduli.
Semenjak itu aku tak pernah lagi mendekati orang-orang yang berpenampilan alim seperti mereka. Aku mulai merasa tak nyaman jika bicara dan bergaul dengan mereka. Karena banyak diantara mereka sering suka menyindir. Jujur aku sakit hati. Apa mereka fikir dengan menyindir dapat menyelesaikan masalah?. Dan ini bukan kali pertama kehidupan ku diusik dengan hal-hal semacam itu.
Aku juga pernah tersinggung dan merasa tak nyaman dengan sikap salah seorang seniorku di kuliah. Beliau selalu menerapkan peraturan yang sama sekali aku tak paham. Dan kesannya itu seperti memaksa. Menurutku Islam itu bukan agama yang memaksa. Lagi-lagi aku berhadapan dengan akhwat yang nyebelin. Dan itu sudah cukup membuatku membenci akhwat-akhwat dan ikhwan-ikhwan di luar sana. Namun tidak ada yang mengetahui perihal kebencian ini. Aku menutup rahasia ini rapat-rapat.
Namun ada sedikit perbedaan ketika ku bertemu dengan Sinta, temanku satu angkatan. Ia seorang akhwat yang lembut. Dan memiliki tingkat pemahaman yang tinggi. Jelas saja Sinta selalu mendapat IP diatas 3 koma. Aku sedikit nyaman berteman dengannya. Mungkin karena ia tak pernah menggunakan sindiran untuk mengingatiku bila aku melakukan kesalahan. Malam Tahun baru hijriah tepat jam 12 malam ia sempat mengirimkan pesan singkat untukku.
Assalamu’alaikum,,
Jadikan tahun baru ini sebagai pengingat kita untuk introspeksi diri,,jangan pernah remehkan setiap kesalahan-kesalahan yang kita lakukan walau itu kecil,,jadikan itu sebagai musibah yang akan menjauhkan hati kita pada Rabb kita.
Perubahan baik itu perlu saudariku,,,^_^
Selamat Tahun Baru Hijriah 1432 H”

ah,,mengganggu tidurku saja”,desis ku dalam hati. Tanpa mengambil hikmah dari isi pesan itu aku langsung melanjutkan tidur.

***
Pukul 17.13 WIB, tepat tanggal 1 Muharam, tiba-tiba handphone ku berbunyi. Segera ku angkat. Namun benar-benar di luar dugaan, ada kabar duka yang sampai ke telingaku. Sinta mengalami kecelakaan saat konvoi. Motor yang ia kendarai ditabrak dari belakang hingga membuat Sinta hilang keseimbangan. Ia dan teman di belakanganya jatuh. Namun naasnya karena Sinta jatuh kearah badan jalan, kakinya tegelindas oleh sebuah mobil Avanza Hitam yang melintas. Para peserta konvoi segera membawa Sinta ke rumah sakit terdekat.
Tanpa berfikir panjang aku langsung bergegas menjenguknya sore itu juga. Keadaan Sinta memang sangat parah. Kaki kanannya patah, tangannya terluka parah dan kepalanya sedikit mengalami memar karena helm yang ia gunakan pecah terbentur aspal. Namun Sinta masih belum sadar, mungkin karena memar di kepalanya itu. Aku tak bisa menahan air mata ketika melihat kondisi Sinta seperti itu. Baru kusadari ternyata aku sangat menyayanginya dan tidak ingin kehilangannya. Dialah temanku pertama saat kami baru masuk kuliah.
Tiba-tiba seorang perawat menghampiri kami yang sedang bersiap-siap ingin pulang karena jam telah menunjukkan pukul 22.17. Dan saat itu Sinta masih belum sadar. Perawat tersebut bilang ia menemukan sebuah amplop di tangan Sinta saat teman-temannya membawa ke rumah sakit. Perawat itu pun mengungkapkan kebingungannya karena Sinta yang saat itu masih dalam keadaan tidak sadar masih mampu mengenggam sebuah amplop.
Segera aku raih dan benar ternyata amplop itu untukku. “to my sista, Nazia Putri ^_^” . Begitu tulisan di sisi kiri bagian depan amplop. Masih tampak bercak-bercak darah di sana. Segera ku masukkan amplop itu ke dalam tas dan mohon izin pulang pada keluarganya.
Sesampai di rumah aku tak langsung membuka amplop tersebut. Aku tak kuat menatap benda yang masih terselip rapi di sela-sela buku dalam tasku. Yang sekarang memenuhi pikiran ini, “kenapa Sinta harus repot-repot menuliskan surat untukku. Dan kenapa surat itu dibawa saat ia sedang konvoi”. Beberapa menit kemudian aku memutuskan untuk membuka amplop yang digenggam Sinta saat kecelakaan tersebut.
Assalamu’alaikum,,
Apa kabar ukhti,,Semoga selalu dalam lindungan Allah swt,,
uhkti,,,afwan karena ana hanya bisa mengungkapkan ini lewat surat.
Mungkin Zia akan marah,,tapi ana sudah siap menanggung apa saja kemungkinan yang akan terjadi kelak.
Ukhti,,sebenarnya ana tau mengenai perasaan ukhti melihat perempuan-perempuan yang sering disebut akhwat dan laki-laki yang sering disebut ihwan.
Ukhti membenci mereka kan? karena ukhti pernah memiliki pengalaman buruk dengan beberapa orang seperti mereka.
Ukhti, para akhwat dan ikhwan itu bukan malaikat yang tidak pernah salah. Mereka manusia seperti kita juga. Hanya mereka merasa bertanggung jawab dengan aurat yang harus ditutupinya. Kalau soal tingkah laku yang salah, Zia berhak memperingati mereka. Membenci sebagian dari mereka bukan prilaku seorang muslim. Itu sama saja Zia membunuh hati Zia pelan-pelan. Maafkan bila kata-kata ana kasar ya ukh.
Ana juga mau minta maaf jika selama ini ana terlihat nyebelin di mata uhkti. Mungkin ukhti risih dengan ajakan-ajakan ana, untuk ikut kajian ini itu, seminar ini, konvoi dan acara-acara lainnya. Itu semua ana lakukan karena ana sayang dengan ukhti. Ana ingin memperkenalkan dunia yang membuat ana lebih nyaman bersama teman-teman ana lainnya. Dan ana ingin uhkti merasakan juga kenyamanan yang ana rasakan. Walau mungkin ukhti masih benci dengan lingkungan seperti itu.
Ada sesuatu yang ingin ana bilang ke uhkti. Kalau boleh ana menjelaskan,,sebenarnya Aisyah itu adalah kakak sepupu ana. Beliau sangat senang setelah mendengar kabar kalau ana sekarang berteman dengan Zia. Kak Aisyah sering menanyakan kabar dirimu, dan ia sering mengungkapkan betapa ia sangat merindukan Zia.
Ia juga bercerita tentang perihal ukhti menjauhinya. Dan ia pun tahu setelah melihat ada 1 pesan di inbox nya telah terbuka tanpa sepengetahuannya. Ukhti, daripada dirimu terus-terusan suuzhon dengan kak Aisyah, alangkah baiknya jika ukhti bertanya apa yang sebenarnya terjadi padanya saat itu. Ana sangat berharap Zia mau menghubunginya,,karena ana tidak tega mendengar kata-kata rindunya pada Zia yang begitu pilu. Kak Aisyah sekarang sedang kuliah di Malaysia, mungkin sulit menghubungi via hp. ne ada email kak Aisyah : Aisyah_girl@gmail.com. Semoga bermanfaat ya ukh. Ana harap hubungan kalian bisa kembali seperti dulu. Karena ana yakin Kak Aisyah tidak seperti yang Zia fikirkan.
Mohon maaf jika di dalam surat ini terdapat kata yang kurang berkenan. Syukran ya!

Salam

Sinta Mawardah



Astaghfirullah,,kalimat itu secara spontan keluar dari mulutku. Dengan pipi yang masih basah aku mengingat-ingat kesalahan-kesalahan yang pernah aku lakukan selama ini. Aku merasa sangat menyesal terlalu mengandalkan egois untuk menghadapi masalah ini. Malam Tahun baru yang harusnya aku hiasi dengan muhasabah diri, telah aku lalaikan. 1 Muharram ini terasa haram bagiku. Segera ku raih handphone yang dari tadi terduduk manis di meja belajar. Aku membuka inbox dan mencari pesan singkat yang dikirim Sinta kemarin malam. Tapi pencariaan itu terhenti karena tiba-tiba handphone yang sedang kupegang itu bergetar. Segera kuangkat. Terdengar suara tangisan pilu di seberang sana. Hatiku mulai tak karuan. Jantung berdetak hebat, begitu sulit aku untuk mengatur nafas. Mata ku terasa panas dan mulai menumpahkan titik-titik bening kembali. Tak pernah kubayangkan ini terjadi karena kini aku benar-benar telah kehilangan malaikat kecil yang menyayangiku,teman pertamaku di kampus .



Sumber : 
http://www.facebook.com/notes/cut-dini-syahrani/1-muharram-ini-haram-bagiku/472191049522




Share:

0 komentar