Bercocok Tanam di Atap Rumah


Atap adalah komponen terpenting dari sebuah bangunan. Penutup bangunan ini berfungsi untuk melindungi bangunan dari hujan, panas matahari, dan salju. Bentuknya pun bermacam-macam, ada yang miring dan ada pula yang datar. Selain itu, bahan untuk atap pun bisa bermacam-macam pula. Biasanya atap rumah berbahan genting tanah liat, genteng beton, seng bergelombang, asbes dan cor. Bagi penduduk pedalaman, beberapa jenis tumbuhan kerap dijadikan bahan pembuatan atap. Misalnya atap sirap yang terbuat dari kayu ulin dan daun-daun jenis palma dari tumbuhan rumbia, kelapa, dan nipah yang dirangkai untuk dijadikan atap.
Uniknya, kini kita dapat berkontribusi bagi pelestarian alam melalui desain atap rumah/ bangunan. Atap jenis ini sedang dikembangkan di negara-negara maju dan disebut atap hijau. Atap tersebut didesain untuk dapat ditanami rumput, dijadikan taman atau kebun sayuran disamping fungsinya untuk menampung air hujan dan mengurangi panas di dalam ruangan.
Atap yang dapat ditumbuhi tanaman ini telah dikenal sejak ratusan tahun silam, tetapi teknologinya baru dikembangkan di tahun 1970-an. Munculnya konsep ini saat para ilmuwan menyadari kurangnya manajeman air hujan. Beberapa inovasi atap hijau terus ditingkatkan dengan mempertimbangkan lingkungan dan biaya untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan air hujan yang baik.
Konsep desain atap hijau ini membutuhkan antara 15-30 persen bagian atap bangunan. Kontruksinya dengan menggabungkan energi panel surya dengan atap ramah lingkungan. Selain berfungsi sebagai tempat menyaring air hujan menjadi air tanah bebas polusi dan zat asam, atap hijau juga dipercaya dapat mengurangi volume air yang memenuhi drainase di jalan saat hujan turun. Berdasarkan tingkat peranannya, atap hijau terbagi menjadi 3 jenis yaitu atap intensif, ekstensif, dan biodiversal.
Atap hijau intensif memiliki ketebalan lapisan media yang paling tebal yaitu lebih dari 20 cm. Tanah yang digunakan sebagai media tanam untuk menanam rumput, bunga, dan pohon-pohon kecil adalah tanah subur. Atap jenis ini biasanya terdapat di atas atap rumah atau bangunan yang luas. Untuk merawat dan menjaga kelestarian atap diperlukan perawatan secara intensif.
Selain atap hijau intensif, ada pula atap hijau ekstensif yang cocok dikembangkan bagi mereka yang tidak memiliki banyak waktu untuk merawat tanaman. Atap ini memiliki lapisan yang tipis dengan ketebalan kurang dari 15 cm. Jenis tanaman yang bisa ditanam pada atap ekstensif hanya jenis rerumputan dengan media tanam adalah tanah semi subur. Air hujan yang tertampung dan disaring dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari.
Tidak seperti atap hijau intensif dan ekstensif yang dimanfaatkan sebagai media tanam tumbuhan tertentu, atap biodiversal dibuat sebagai media alami tumbuhnya tanaman liar. Atap model ini dirancang dengan menciptakan lingkungan alami yang tidak hanya berisi tanah dan tanaman, tetapi juga serangga dan berbagai jenis hewan kecil lainnya. Karena hal tersebut, atap ini dinamakan atap coklat atau atap biodiversal yaitu atap yang menjadi habitat dari berbagai jenis makhluk hidup baik tumbuhan maupun hewan. Penampilannya menyerupai halaman rumah yang sudah tidak terawat. Tanah yang digunakan pada atap biodiversal adalah lapisan tipis tanah biasa yang dilengkapi dengan pasir dan bebatuan.
Secara umum, atap hijau terdiri dari 3 lapisan utama. Ada lapisan dasar atap yang merupakan lapisan anti air yang biasanya terbuat dari beton. Setelah lapisan dasar, terdapat lapisan penyaring yang berfungsi untuk mengubah air hujan menjadi air tanah dan untuk membatasi permukaan atap dengan tanaman. Lapisan teratas adalah lapisan tanaman yang terdiri dari berbagai tanaman dan media tanam. Teknologi ini tidak memerlukan perawatan yang rumit, tetapi untuk jenis atap hijau intensif dibutuhkan perawatan rutin agar tampilan taman tetap indah. Kita dapat meletakkan batu-batuan kecil di tepi taman agar tidak terjadi erosi akibat air hujan ataupun angin.

Editor : Ferhat
Dipublikasikan di Warta Unsyiah Edisi Oktober 2016, pada Rubrik Unika 

Share:

0 komentar