Fatamorgana Garis Finish
Di awal perkuliahan, Dosen Pengasuh
KSM menawarkan kami untuk mengambil tema tersebut menjadi Tugas Akhir. Dosen tersebut
pun bersedia menjadi pembimbing Tugas Akhir kami. Senang sekali rasanya, dapat
dibimbing seorang dosen yang high
seperti beliau. Latihan demi latihan diberikan sehingga kami sedikit paham dengan
metode tersebut. Di akhir perkuliahan, kami diberikan tugas. Dan kami dapat
mengerjakan dalam kurun waktu 2 minggu.
Dari pengalaman kuliah KSM itulah
aku semakin yakin dengan tema ini. Mencoba menghitung-hitung waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir tersebut. Walau belum memulai dengan
satu huruf pun. Dosen tersebut bercerita bahwa kemungkinan kami dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan cepat. “Kalian bisa lulus di bulan Juli
Insya Allah. Itu belum 4 tahun ya”. Ahh membayangkan bisa lulus kurang dari 4
tahun memang berjuta rasanya. Fatamorgana pun dimulai.
Proses merangkai proposal pun mulai
kami kerjakan. Berawal dari Latar belakang yang berisi curahan hati penulis
mengenai alasan memilih tema yang sedang dikaji. Dulu saya beranggapan kalau
mengukir kalimat demi kalimat dalam latar belakang itu merupakan hal yang
mudah. Namun saya lupa, kalau saya bukan sedang menulis curhat di diary ataupun di blog. Saya bukan sedang
merangkai kata menjadi sebuah cerpen ataupun puisi. Ini beda bahkan sangat
berbeda.
Dua minggu berlalu, latar belakang
masih dengan paragraf pertama. Ya… pertama dan aku masih membutuhkan beberapa paragraf
lagi disana. Tak ada pilihan lain selain membaca. Syukurlah pembimbing kami
memberikan beberapa e-book yang
berkenaan sebagai referensi. Walau tak banyak yang aku baca karena kesemua
referensi dalam bahasa Inggris.
Masih
dalam kebingungan aku tetap mencoba menulis hingga menjadi sebuah bundel
bernama proposal. Dengan segenap kepercayaan diri, aku memperlihatkan hasil
kebingunganku pada Pembimbing. Aku yakin sekali tak kan banyak yang dikoreksi,
kata-kata yang kupilih adalah kata-kata yang baik dan kalimatku rapi. Berselang
beberapa hari, aku menerima kembali si bundel. Sekilas melihat, mataku sakit.
Banyak coretan merah disana yang menandakan kerjaku payah. Koreksi ku banyak
dan hampir di setiap halaman.
Waktu
pun terus berganti hingga bulan Juli berlalu dengan manis. Impian lulus kurang
4 tahun hanya tinggal impian. Ntah mengapa waktu berlalu begitu cepat. Agustus
dan September masih setia menemani kami mempersiapkan si bundel. Hingga tepat
di awal Oktober kami larut dalam seminar proposal yang begitu mencekam.
Usai
seminar, kami mulai melanjutkan penelitian. Dimulai dengan menurunkan persamaan
dengan sangat teliti hingga mencari solusi persis dengan langkah yang pernah
kami kerjakan dulu ketika KSM. Belum kelihatan rumit. Sampai akhirnya kami
memperlihatkan hasil kerja kami ke pembimbing. Jauh dari anggapan mudah. Jelas
yang kami kerjakan harusnya tidak sesederhana itu. Serumit-rumitnya tugas
kuliah, pasti lebih rumit lagi Tugas Akhir. Genderang peperangan pun berbunyi
kembali. Kami harus memulai dari awal. Menyisipkan hal-hal detail yang belum
kami pelajari sebelumnya. Belajar kelompok menjadi satu-satunya senjata kami
untuk berperang.
Oktober,
November,Desember,dan Januari berlalu dengan cantik. Secantik ketikan Tugas
Akhir kami yang full equation. Beberapa orang sempat mengira bahwa kami sedang
mengetik tulisan arab. Februari menjadi kian anggun dengan jadwal yudisium dan
wisuda. Dengan rasa kecewa, kami belum bisa mengikuti jadwal tersebut. Spp pun
kembali mendarat ke tangan teller Bank terdekat. Tak ada pilihan lain. Jika
ingin melanjutkan peperangan harus membayar tiket masuk terlebih dahulu. Dan
kini memasuki TAHUN KELIMA.
Dengan
segenap usaha dan semangat yang membara, kami ingin sekali menghiasi Maret
lewat sederetan ucapan terima kasih di kata pengantar. Sedikit mulai beranjak
dan fokus pada tujuan akhir yaitu mencari solusi. Namun semangat yang menggebu
saja tidak cukup. Jadwal yang dikeluarkan pihak Pengajaran kembali menimbulkan
fatamorgana untuk bulan Mei yang cerah, bulan yudisium dan wisuda selanjutnya.
Memasuki
sasaran terakhir, Aku dan beserta 4 teman dekatku dihadapkan dengan
permasalahan pelik yang berbeda. Dimulai dari kanid yang meneliti persamaan
dengan jumlah suku terbanyak. Harus ekstra teliti dalam mencari eksak. Tak
jarang dia sering kecolongan dengan meninggalkan satu atau dua angka yang
berakibat fatal untuk penelitiannya. Begitupun dengan diah yang baru mengetahui
bahwa ada kesalahan dalam penelitiannya ketika pembahasan hampir menyentuh
kesimpulan. Lain halnya dengan kemal yang harus mengulang dari awal. Merombak
isi proposal, mengganti pemahaman menjadi kegiatan baru-nya dalam peperangan
ini.
Fatamorgana
hampir hilang ketika salah satu dari kami, muti, mampu menyelesaikan penelitiannya
di pertengahan bulan Februari. Namun ia tidak ingin terburu-buru untuk seminar.
Muti ingin seminarnya dilaksanakan dengan persiapan. Minggu kedua bulan Maret
menjadi targetnya. Hampir meleset karena ternyata Dosen Pembimbing ingin muti
menambah materi di sana sini sebagai pemanis bundel Tugas Akhirnya padahal
sudah mendekati seminar hasil. Guncangan mental yang dasyat karena pada awalnya
sudah yakin penelitiannya sudah selesai dan rapi. Keyakinan itupun dirunut dari
hasil konsultasinya dengan pembimbing Bagitulah fatamorgana yang akan selalu
mengiringi peperangan ini. Hingga pada suatu Rabu yang entah kapan itu, kami
mampu menaklukkan sosok meresahkan yang bernama fatamorgana garis finish.
Tags:
Cerita
0 komentar