Fatamorgana Garis Finish





           
Cerita ini berawal ketika kami masih duduk di bangku perkuliahan semester ke-7. Semester rawan bagi mahasiswa. Tugas Akhir menjadi momok yang mengerikan walaupun belum sedikitpun mengerjakan. Jangankan mengerjakan, tema tugas akhir saja belum terfikirkan, namun kepala sudah pusing duluan.


            Kapita Selekta Matematika. Mata kuliah pilihan 2 sks yang diasuh oleh seorang dosen yang high quality menghiasi semester 7 aku dan delapan orang teman seangkatan. Kami diajarkan metode baru untuk mencari solusi sebuah persamaan. Metode baru yang sebenarnya pengembangan dari metode-metode yang telah ada. Metode unik namun sulit. 

            Di awal perkuliahan, Dosen Pengasuh KSM menawarkan kami untuk mengambil tema tersebut menjadi Tugas Akhir. Dosen tersebut pun bersedia menjadi pembimbing Tugas Akhir kami. Senang sekali rasanya, dapat dibimbing seorang dosen yang high seperti beliau. Latihan demi latihan diberikan sehingga kami sedikit paham dengan metode tersebut. Di akhir perkuliahan, kami diberikan tugas. Dan kami dapat mengerjakan dalam kurun waktu 2 minggu. 

            Dari pengalaman kuliah KSM itulah aku semakin yakin dengan tema ini. Mencoba menghitung-hitung waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan Tugas Akhir tersebut. Walau belum memulai dengan satu huruf pun. Dosen tersebut bercerita bahwa kemungkinan kami dapat menyelesaikan penelitian ini dengan cepat. “Kalian bisa lulus di bulan Juli Insya Allah. Itu belum 4 tahun ya”. Ahh membayangkan bisa lulus kurang dari 4 tahun memang berjuta rasanya. Fatamorgana pun dimulai.

            Proses merangkai proposal pun mulai kami kerjakan. Berawal dari Latar belakang yang berisi curahan hati penulis mengenai alasan memilih tema yang sedang dikaji. Dulu saya beranggapan kalau mengukir kalimat demi kalimat dalam latar belakang itu merupakan hal yang mudah. Namun saya lupa, kalau saya bukan sedang menulis curhat di diary ataupun di blog. Saya bukan sedang merangkai kata menjadi sebuah cerpen ataupun puisi. Ini beda bahkan sangat berbeda. 

            Dua minggu berlalu, latar belakang masih dengan paragraf pertama. Ya… pertama dan aku masih membutuhkan beberapa paragraf lagi disana. Tak ada pilihan lain selain membaca. Syukurlah pembimbing kami memberikan beberapa e-book yang berkenaan sebagai referensi. Walau tak banyak yang aku baca karena kesemua referensi dalam bahasa Inggris. 

Masih dalam kebingungan aku tetap mencoba menulis hingga menjadi sebuah bundel bernama proposal. Dengan segenap kepercayaan diri, aku memperlihatkan hasil kebingunganku pada Pembimbing. Aku yakin sekali tak kan banyak yang dikoreksi, kata-kata yang kupilih adalah kata-kata yang baik dan kalimatku rapi. Berselang beberapa hari, aku menerima kembali si bundel. Sekilas melihat, mataku sakit. Banyak coretan merah disana yang menandakan kerjaku payah. Koreksi ku banyak dan hampir di setiap halaman.

Waktu pun terus berganti hingga bulan Juli berlalu dengan manis. Impian lulus kurang 4 tahun hanya tinggal impian. Ntah mengapa waktu berlalu begitu cepat. Agustus dan September masih setia menemani kami mempersiapkan si bundel. Hingga tepat di awal Oktober kami larut dalam seminar proposal yang begitu mencekam. 

Usai seminar, kami mulai melanjutkan penelitian. Dimulai dengan menurunkan persamaan dengan sangat teliti hingga mencari solusi persis dengan langkah yang pernah kami kerjakan dulu ketika KSM. Belum kelihatan rumit. Sampai akhirnya kami memperlihatkan hasil kerja kami ke pembimbing. Jauh dari anggapan mudah. Jelas yang kami kerjakan harusnya tidak sesederhana itu. Serumit-rumitnya tugas kuliah, pasti lebih rumit lagi Tugas Akhir. Genderang peperangan pun berbunyi kembali. Kami harus memulai dari awal. Menyisipkan hal-hal detail yang belum kami pelajari sebelumnya. Belajar kelompok menjadi satu-satunya senjata kami untuk berperang.
Oktober, November,Desember,dan Januari berlalu dengan cantik. Secantik ketikan Tugas Akhir kami yang full equation. Beberapa orang sempat mengira bahwa kami sedang mengetik tulisan arab. Februari menjadi kian anggun dengan jadwal yudisium dan wisuda. Dengan rasa kecewa, kami belum bisa mengikuti jadwal tersebut. Spp pun kembali mendarat ke tangan teller Bank terdekat. Tak ada pilihan lain. Jika ingin melanjutkan peperangan harus membayar tiket masuk terlebih dahulu. Dan kini memasuki TAHUN KELIMA. 

Dengan segenap usaha dan semangat yang membara, kami ingin sekali menghiasi Maret lewat sederetan ucapan terima kasih di kata pengantar. Sedikit mulai beranjak dan fokus pada tujuan akhir yaitu mencari solusi. Namun semangat yang menggebu saja tidak cukup. Jadwal yang dikeluarkan pihak Pengajaran kembali menimbulkan fatamorgana untuk bulan Mei yang cerah, bulan yudisium dan wisuda selanjutnya. 

Memasuki sasaran terakhir, Aku dan beserta 4 teman dekatku dihadapkan dengan permasalahan pelik yang berbeda. Dimulai dari kanid yang meneliti persamaan dengan jumlah suku terbanyak. Harus ekstra teliti dalam mencari eksak. Tak jarang dia sering kecolongan dengan meninggalkan satu atau dua angka yang berakibat fatal untuk penelitiannya. Begitupun dengan diah yang baru mengetahui bahwa ada kesalahan dalam penelitiannya ketika pembahasan hampir menyentuh kesimpulan. Lain halnya dengan kemal yang harus mengulang dari awal. Merombak isi proposal, mengganti pemahaman menjadi kegiatan baru-nya dalam peperangan ini. 

Fatamorgana hampir hilang ketika salah satu dari kami, muti, mampu menyelesaikan penelitiannya di pertengahan bulan Februari. Namun ia tidak ingin terburu-buru untuk seminar. Muti ingin seminarnya dilaksanakan dengan persiapan. Minggu kedua bulan Maret menjadi targetnya. Hampir meleset karena ternyata Dosen Pembimbing ingin muti menambah materi di sana sini sebagai pemanis bundel Tugas Akhirnya padahal sudah mendekati seminar hasil. Guncangan mental yang dasyat karena pada awalnya sudah yakin penelitiannya sudah selesai dan rapi. Keyakinan itupun dirunut dari hasil konsultasinya dengan pembimbing Bagitulah fatamorgana yang akan selalu mengiringi peperangan ini. Hingga pada suatu Rabu yang entah kapan itu, kami mampu menaklukkan sosok meresahkan yang bernama fatamorgana garis finish.

Share:

0 komentar