Warna Kesan Pertama
“Eh pengumuman kelompok KKN udah
keluar, yuk liat di pengajaran “, teriakan salah seorang temanku sembari
menghampiri kami. Hmm KKN, mendengarnya saja sudah membuat mood ku berubah. Apalagi membayangkan kegiatan yang kami kerjakan selama
KKN nanti, benar-benar buatku mual. Tapi apa boleh dikata, surat keputusan rektor
yang mewajibkan Mahasiswa Unsyiah dari angkatan 2009 untuk mengambil Mata
Kuliah KKN. Dan saya adalah salah satu mahasiswa tersebut.
Mendengar kabar kalau pengumuman
kelompok KKN gelombang 3 sudah keluar, aku bersama teman-teman langsung menuju
ke pengajaran MIPA. Dengan berat hati tentunya. Aku dan teman-teman se-angkatan
2009 MIPA Matematika sepakat untuk mengikuti KKN gelombang 3 agar lebih fokus pada
acara Math Fair yang ketika itu berlangsung saat KKN gelombang 1 dilaksanakan.
Untuk yang gelombang 2, kami pun berniat fokus pada kuliah di semester
tersebut.
Berat langkahku menuju
pengajaran. Ntahlah…aku masih belum sepenuhnya ikhlas. Terlalu banyak yang kukhawatirkan.
Kemampuan bersosialisasi dan pembawaan diri hingga berbicara bahasa aceh secara
baik dan benar. Ini yang tak kumiliki. Bahkan aku dan teman lainnya
kebingungan, program apa yang harus kami jalankan ketika kami sampai di lokasi
KKN. Hal-hal semacam ini yang membuat nyaliku ciut untuk menghadapi hidup
seorang diri, tanpa keluarga dan teman-teman seperjuangan. Namun bagaimana pun
tak siapnya aku, toh aku harus melakukan ini.
Sesampainya kami di pengajaran,
pihak pengajaran hanya mengizinkan masuk 2 orang saja. Pengumuman tidak
ditempel dengan alasan lembaran yang terlalu banyak. Kami memaklumi hal tersebut,
karena semua juga tahu tidak mungkin menempel pengumuman yang berlembar-lembar
di kampus MIPA yang imut ini. Salah seorang temanku berinisiatif untuk merekam
gambar pengumuman dari kamera HP yang ia miliki. Dari dia pula aku mendapatkan
kabar, semua mahasiswa matematika ditempatkan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar.
Pikiranku melayang ke kakak. “Semoga di desa kakak”, begitu pintaku dalam hati
sambil tersenyum. Mulai sedikit ikhlas.
***
Akhirnya
ritual pencarian teman sekelompok KKN di mulai. Mulai mencari via fb hingga
menghubungi kawan-kawan dari Fakultas lain. Sesibuk itu hingga aku lupa dengan
ketidaktulusan ku mengikuti KKN. Aku di tempatkan di desa Meunasah Cot, bukan
desa tempat kakakku tinggal. Nama desa yang unik, semacam diadobsi dari nama ku
“cut”. Hehehe
Teman pertamaku adalah Sela dari
Teknik Kimia. Nama panjangnya Sheila Febrina. Kenalan via Fb dan saling
bertukar nomor HP. Hingga akhirnya bertemu di Fakultas Pertanian demi bertemu
dosen pembimbing lapangan yang adalah salah satu dosen di Fakultas tersebut. Sempat
telepon-teleponan juga untuk membicarakan masalah ketemuan dengan DPL. Walau
belum menatap langsung, saat itu aku menyimpulkan ia adalah sosok yang pekerja
keras. Rela capek-capek nyari teman sekelompok yang aku tidak lakukan. Namun
ketika bertemu, kesan pertama untuk sela adalah sosok cewek feminim, hitam
manis, ramah. Aku menerka ia sosok yang dewasa dan keibuan.
Teman keduaku adalah Asri, Asri
Risky. Mahasiswa FKH. Nemu namanya di Fb dan coba-coba add. Lihat foto
profilnya adalah foto cewek. “Sudah 2 anggota yang cewek”, pikirku saat itu.
Setelah mendapat nomor Hpnya dari seorang teman yang temannya temanku, aku
menghubunginya guna memberitahukan jadwal ketemu dengan DPL. Di luar dugaan,
suara diseberang telepon adalah suara laki-laki. Sempat kaget dan mengira salah
menekan nomor. Namun ketika pembicaraan kami nyambung, barulah aku percaya,
seorang Asri Rizky adalah laki-laki. Kesan pertama buat asri adalah pendiam dan
serius, tidak berjiwa humor.
Selang beberapa hari kemudian,
kami memutuskan bertemu di taman AAC. Ada beberapa teman kelompok yang sudah
saling berkomunikasi walau belum pernah bertemu langsung. Duduk sembari
menunggu kedatangan satu persatu teman kelompok. Namun di antara 11 teman
kelompokku, ada 1 orang adalah teman sekelasku di SMA dulu. Namanya pendri,
Muhammad Zulfiendri dari Fakultas Hukum. Ketika bertemu kembali, aku sedikit
tenang. Ada yang sudah aku kenal. Walau saat itu aku berkesan pertama juga
untuknya. Setidaknya kesan pertama setelah hampir 3 tahun tidak bertemu. Ada
beberapa perubahan memang. Sedikit bertambah dewasa dan cara berbicaranya lebih
teratur (berarti selama SMA dia ngomongnya ngak teratur ya …hehehe)
Kami tidak menyadari bahwa ada 2
mahasiswi yang duduk di belakang kami. Setelah mendengar desa cot
disebut-sebut, barulah kedua mahasiswi ini memperkenalkan diri. Ternyata mereka adalah anggota kelompok juga. Yang
satu namanya Arini, Arini Rezeki dari SEP. Cantik, imut dan ramah. Kesan
pertama yang baik. Dari bahan bicaranya
aku menerka dia pintar sekali memasak. Tapi dari gaya bicaranya yang lemah
lembut, aku mengkhawatirkan ia bukan cewek yang tegas. Pasti susah diajak
mengambil keputusan. Yang satunya lagi bernama Ratna Juwita. Ratna, begitu kami
menyapanya. Ia berasal dari Teknik Pertanian. Sedikit cuek dan rada-rada
tomboy. Dari cara bicaranya yang sebenarnya ramah, aku menyimpulkan ia tidak suka
basa-basi dan sedikit malas.
Tak lama kemudian datanglah
seorang laki-laki menuju ke arah tempat kami duduk. Wajahnya sedikit kusut dan
tak ada senyum. Kesan pertama yang buruk untuknya . Pendri mengenalkannya,
bahwa ia yang bernama Saradi Wantona. Setelah berkenalan seadanya, ia
menanyakan rencana ke depan mengenai survey lokasi. Kami menjelaskan bahwa
ketika survey nanti harus didampingi DPL. Wajahnya seperti tak suka, ia
berpendapat lain. Semacam suntuk ia beranjak pergi dari kami sembari berkata “Kalau
memang ngak pas, batalin aja”. Pendri bertanya dengan kebingungan,”apanya yang
dibatalin?”. “KKN”, jawabnya ketus tanpa melihat ke arah kami sedikitpun. Aku
hanya mendesah, cobaan apa ini…aku memiliki teman kelompok yang ajo (istilah
aneh bin ajaib) kayak dia.
Beberapa menit setelah di
tinggal Saradi Wantona, kami dihampiri seorang laki-laki botak berkulit putih. Wajahnya
sedikit sangar, dengan jenggot yang digulung bersemi di dagu menambah tingkat
kesangarannya. Aku melihat ada kejanggalan selain jenggot miliknya. Iya,,,cincin.
Aku melihat banyak cincin batu melingkar di jari-jarinya. Aku lupa menghitung
berapa buah cincin yang ia kenakan, karena itu tak penting sama sekali. Untuk
kedua kalinya aku mendesah, mimpi apa ini…bertemankan satu kelompok KKN seorang
paranormal. Setelah ia memperkenalkan diri, barulah aku bisa sedikit bernapas
lega. Logat aceh yang kental dan tutur kata yang ramah mampu menghilangkan
momok paranormal yang tadi aku pikirkan. Dialah Ikram, mahasiswa Akuntasi FE.
Saat itu kami mendapati kabar
kalau Milda, Asri dan Raski tidak dapat hadir di pertemuan tersebut. Setelah
menghitung-hitung jumlah anggota, kami paham sedang menunggu siapa selanjutnya
yang hadir. Membaca daftar nama, ia adalah Juan Indra dari Teknik Sipil. Ketika
datang seorang laki-laki menuju ke tempat duduk kami, kami langsung
menyimpulkan bahwa itu adalah si Juan Indra. Sama seperti yang lain, hadir
dengan wajah tak ramah apalagi senyum. Pasang muka sangar.
Membosankan,,,pikirku saat itu.. Namun ketika ia semakin dekat, wajahnya
semacam tak asing. Namun aku tak berani menyimpulkan setelah aku melihat kembali
daftar nama yang tertera NIM masing-masing. Dari NIM nya aku mengetahui dia
adalah angkatan 2010. Orang yang aku curigai itu umurnya sudah lebih tua dariku.
Tapi yang ini masih adik-adik, karena angkatan 2010. Tak mungkin dia Bang Juan
saudara sepupuku. Namun setelah dijelaskan bahwa ia pernah kuliah D3, dan
sambung kembali ke S1 di angkatan 2010, kecurigaanku kembali. Ternyata dia juga
mecurigai hal yang sama, hingga akhirnya ia bertanya “kayak pernah liat,
adeknya kak Dara kan?”, tanyanya dengan muka masih tetap sangar. Aku mengangguk
dan kecurigaanku berbuah kenyataan, kalau aku sekelompok dengan saudara sepupu
yang sebenarnya aku tak kenal.
Tak cukup sampai disitu, kesan
pertama ku untuk si abang sepupu semakin buruk ketika ia masih membahas
kebijakan rektor yang meniadakan KKN untuk FKIP dan FK. Berasal dari salah satu
Fakultas yang oknum mahasiswanya mengganggu acara coaching beberapa minggu
lalu, semakin membuatku tak suka. Kenapa di saat ku mulai ikhlas menjalani KKN,
aku dipertemukan dengan teman-teman kelompok yang ajo seperti mereka. Itulah
keluhku untuk kesekian kalinya.
Di lain kesempatan, barulah aku
bisa berkenalan dengan Milda Firnanda dan Faljasta Raski. Milda,,, aku tertipu
oleh nama. Milda nama seorang laki-laki. Memiliki badan yang 11-12 dengan aku.
Kelihatannya ramah dan mau berfikir. Tapi ada yang tidak aku suka saat awal
berkenalan. Pesona kekayaan membuat ia tampak manja. Aku membayangkan ketika ia
tak mau diajak kerja kasar ketika sampai di desa nanti. Begitu pula dengan
Faljasta Raski yang baru bisa kenalan saat detik-detik keberangkatan. Namanya
yang sulit diucapkan membuat aku tak mau memanggilnya dengan sebutan nama. Aku
baru mengetahui nama panggilanya adalah Raski ketika kami sudah hampir 3 hari
di desa. Dari caranya berbicara dan berpendapat mengenai alternatif kompor
kayu, aku menyimpulkan dia adalah anak pecinta alam yang sudah terbiasa di
alam. Tak heran badannya kurus, mungkin sering dimakan angin.
***
Diluar dari kesan pertama yang
ternyata menipu, aku belajar untuk tidak menilai orang hanya dari cover saja.
Setiap orang berhak dinilai dari berbagai sisi. Dan keragaman kami mulai dari
latar belakang, keseharian hingga kebiasaan , hanya KKN lah yang berperan
penting menyatukan ego kami. Kini dengan membuang rasa gengsi, aku menyesal
telah sempat membenci KKN yang ternyata mempertemukanku dengan teman-teman yang
luar biasa serta memperkenalkan apa itu pengalaman.
Tags:
Cerita
0 komentar