Si Adek jadi Bang Toyib


Jum’at, 15 Juni 2012
20.24 WIB

Beberapa tahun belakangan ini, kucing menjadi hewan peliharaan yang wajib di rumah kami. Tanpa kucing sepertinya rumah ini ada yang kurang. Bahkan sempat kucing kami mencapai 9 ekor dengan usia yang berbeda-beda. Tapi syukurlah, kami tidak kewalahan dengan jumlah tersebut. Bila kata orang, banyak peliharaan makin kurang rezeki, Alhamdulillah kami tidak merasakan hal tersebut. Malah kami cukup enjoy mendapati kenyataan bahwa para kucing di rumah kami makan nasi dengan lauk ikan, sedangkan kami harus puas dengan telur mata sapi. Toh kami sama-sama makan. 

            Namun seiring waktu, jumlah tersebut makin berkurang. Ada yang minggat tiba-tiba, ada yang mati karena sakit hingga mati karena kecelakaan. Semakin banyak kucing yang mati, maka halaman rumah kami semakin dipenuhi dengan kuburan-kuburan mereka. Hingga akhirnya kami hanya memiliki seekor kucing jantan yang kami beri nama si adek. 


            Adek itu kucing yang lucu, manja, gendut dan suka makan. Bulunya tebal dan kilat serta berwarna coklat kehitaman. Nama “adek” tersebut kami berikan karena dulu sewaktu ia kecil, ada kucing jantan lain yang lebih besar dan kami beri nama si “abang”. Hampir setiap malam aku tidur berdua dengan adek. Kadang aku sering menggendongnya dari luar kamar dan membawanya masuk. Lalu membiarkan ia merebahkan badannya di atas tempat tidurku lalu meletakkan kepalanya di atas bantalku.

            Menyenangkan bila menatapnya tertidur, benar-benar teduh. Wajahnya lucu dan akan semakin tampak manja jika aku mengelus bulu-bulunya yang lembut. Bulu-bulunya tak banyak yang rontok, karena kami memberinya makan dengan lauk ikan rebus tanpa garam. Itu resep anti rontok untuk kucing yang kami dapatkan dari salah seorang dokter hewan yang kami kenal. Syukurlah, ia sepertinya sangat menyukai makanan tersebut karena tak pernah menyisakan laukan nasi yang ada di priringnya.

            Namun sayang sekali, kini rumah kami tak ada lagi kucing. Si adek hilang beberapa hari yang lalu. Padahal sore sebelum ia hilang, aku sempat menggendongnya yang tengah terlelap di kursi tamu. Ku letakkan hewan berbulu cantik itu di atas badanku sambil mengelus badannya. Ia tak menolak dan kembali terlelap. Aku tak pernah menyangka sore itu seolah menjadi sore terakhir aku memanjakannya.

            Hari ini genap 4 hari adek menghilang. Aku tak tau mengapa ia pergi. Minggat atau kecelakaan…entahlah, aku sedih dan bingung. Aku seperti kesepian. Setiap kali berada di halaman rumah aku sering berteriak “adek…adek”, berharap hewan cantik itu akan menampakkan diri. Hingga kini, usahaku tersebut belum membuahkan hasil, namun aku harus tetap sabar dan berdo’a. Dimana pun ia berada, semoga ia dalam keadaan baik-baik saja. 

Share:

2 komentar

  1. aslm.. salam kenal...
    aku baru join di blog kamu, smg kita bisa byk bertukar informasi

    BalasHapus
  2. wa'alaikum salam...
    salam kenal juga...
    terima kasih..^_^

    BalasHapus