Hingga Detik Ini Aku Masih Berbohong
Malam
itu aku sedang duduk sendiri di dalam ruangan kecil, yang beberapa tahun
terakhir ini telah menjelma menjadi dunia keduaku. Itulah istana ku. Istana
yang kemegahannya aku bangun seorang diri. Istana yang bagiku sangat luar
biasa, walau menurut yang lain ruangan itu tak lebih baik dari sebuah gudang. Itulah
gudangku, gudang insprirasiku, kamar tidurku.
Kala
itu aku sedang memandang sebuah kabel. Kabel yang seingat aku, ini sudah kedua
kalinya aku dibuat sedih olehnya. Kabel charger laptopku yang dalam keadaan
putus. Aku bingung harus diapakan. Karna aku tak paham dengan seluk beluk
kabel.
Tiba-tiba
aku mendengar suara seorang lelaki dari luar kamar. Lelaki yang selama ini
telah mengajarkan aku tentang makna kehidupan. Dialah Ayah. Orang yang sangat
aku hormati, walau kadang tingkahku tak pernah mencerminkan itu. Dan saat itu
aku berfikir untuk meminta bantuan ayah agar bisa memperbaiki kabel tersebut.
Namun sejenak aku tersadar, kalau itu mustahil. Karna kebohongan yang hingga
detik ini belum juga terhenti. Aku berbohong. Aku membohongi sosok yang
kuhormati itu. Beliau tak pernah tahu kalau aku memiliki sebuah laptop. Mana
mungkin aku memintanya membenarkan kabel charger laptop.
Kebohongan
ini sudah dimulai dari setahun yang lalu. Sejak abangku memutuskan membelikan
aku sebuah laptop. Entahlah, aku tak tahu bagaimana alur ceritanya. Yang pasti
kini aku sudah memiliki laptop dan Ayahku tak pernah tahu. Pernah beberapa kali
aku dipergoki sedang asik dengan laptop, lalu aku hanya menjawab “ini punya kawan,
uni pinjam”. Aku bingung harus mengakhiri kebohongan ini dengan cara seperti apa.
Semenjak
itu pula Ayah sering meminta aku untuk meminjam kembali laptop kawan agar bisa
membantu ayah mempersiapkan tugasnya sebagai seorang pemain keyboard. Dengan
perasaan tak enak, aku hanya menjawab “iya”. Dan sepulang kuliah, aku sudah
menampakkan 1 unit laptop yang dimasukkan ke dalam tas jinjing. Ayah pasti
mengira kalau temanku yang baik hati mengizinkan laptopnya aku bawa pulang. Ini
sudah sangat sering terjadi.
Dan
kini kabel charger laptop yang dikira pinjaman itu telah putus. Saat itu, aku
merasa tak punya pilihan lain. Jika tak segera diperbaiki aku tak bisa
menghidupkan laptop, dan aku harus segera menyiapkap tugas. Aku mulai menyusun
kata-kata untuk kembali berbohong. Sukses meyakinkan Ayah, bahwa kabel charger
laptopnya temanku telah aku putuskan. Lalu aku pun mulai membantu ayah
memperbaiki. Aku duduk bersama ayah untuk membantunya.
Tangan-tangan
keriputnya dengan cekatan memegang kabel tersebut. Urat-urat yang bermunculan
menandakan ayah sangat serius memperbaiki. Sesekali ayah memintaku untuk
membantunya memegang kabel. Menyenangkan bisa duduk dan mengerjakan sesuatu
bersama beliau. Sungguh kegiatan yang sangat jarang bisa terjadi. Tak sampai 15
menit, ayah telah selesai memperbaiki bagian kabel yang putus. Lalu ayah
memintaku untuk mencobanya. Dan Alhamdulillah, kabelnya bisa. Laptopku bisa kembali
di charger.
Namun
kegembiraan itu lenyap seketika. Ketikaku tersadar kalau semua ini berawal dari
sebuah cerita yang penuh kebohongan. Andai saja ayah tahu kalau aku berbohong,
masihkah iya mau dengan serius memperbaiki kabel ini. Ayah,,,kini anakmu telah
menjelma sebagai seorang pembohong. Yang berani membohongimu, hingga detik ini.
Detik dimana aku menuliskan kisah ini.
Tags:
Cerita
0 komentar