Cut Dini Syahrani

Saat suara tak lagi didengar, menulislah

  • Home
  • Cerita
  • Fiksi
  • Puisi
  • Publikasi
  • Contact Us
    • Facebook
    • Instagram
            Cut Dini Syahrani. Begitulah nama panjang saya. Nama yang sengaja diberikan kedua orang tua saya sebagai identitas. Dan nama yang akan dipanggil kelak di akhirat saat saya mempertanggungjawabkan semua perbuatan saya di dunia. Nama buangan pemberian nenek saya dulu.


          Ya. Cut Dini Syahrani adalah nama buangan. Ceritanya dulu, ketika ibu saya mengandung kakak sekitar 26 tahun yang lalu. Saudara dan keluarga termasuk nenek pun melihat ada yang aneh dengan kehamilan itu. Seperti lebih besar. Dan mereka pun menduga bahwa ibusaya sedang mengandung anak perempuan yang kembar. Mereka pun menyiapkan dua buah nama. Yang satu Cut Dara Syahrina dan yang satu lagi Cut Dini Syahrani.

          Tapi ternyata apa yang difikirkan tak sejalan dengan kenyataan. Ibu saya melahirkan seorang bayi perempuan yang memang sedikit berat dan sedikit gendut jika dibandingkan dengan bayi-bayi lain. jadi itulah alasan mengapa perut Ibu saya lebih besar saat kakak masih ada di dalamnya.hehehe

          Nama yang digunakan pun adalah nama pertama. Cut Dara Syahrina. Cut, Teuku dan Syah adalah marga dari aceh. Ayah saya bernama Teuku Edisyah dan Ibu saya bernama Evina Lumungga Lubis. Karena marga itu diturunkan dari Ayah, jadi kami tak ada yang ber-title lubis. Karena marga lubis itu dari Ibu. Ntah siapa yang membuat peraturan seperti itu. Saya pun tak tahu.

          Dan setelah itu, nama Cut Dini Syahrani tak digunakan lagi. 4 tahun kemudian lahir adiknya Cut Dara Syahrina yang di beri nama Teuku Ferdi Ardiansyah. Berhubung yang lahir laki-laki, nama Cut Dini Syahrani pun tak juga digunakan. 

          3 tahun setelah kelahiran si Teuku Ferdi Ardiansyah, lahirlah seorang bayi perempuan yang imut, cantik dan lucu. Karena bingung mau diberi nama apa, di ambil lagi nama Cut Dini Syahrani sebagai identitas si bayi lucu ini. Dan itulah saya.
       
         Walau nama saya berasal dari nama buangan, bukan berarti saya tak menghargai nama ini. Saya sangat senang dan bangga di beri nama Cut Dini Syahrani. Walau nenek,orang yang telah menghadirkan nama ini telah tiada. Dan memang saya sempat berkeinginan memiliki nama pena yaitu Cut Aisyah, namun itu hanya sebatas nama samaran. Bukan untuk menggntikan apalagi menukarnya. Saya tak sesadis itu.


          Tapi sekarang, setelah artis bernama Syahrini itu naik daun, semua teringat-ingat dengan beliau. Bahkan nama saya pun disama-samakan. Ntah apa. Mungkin mereka tidak mau menghargai pemberian orang tua saya yang berupa nama yang indah ini. Saya benci kalau harus disama-samakan dengan beliau. Jika itu hanya sebatas candaan, tak masalah bagi saya. Tapi ini telah menjalar ke berkas-berkas penting saya.

          Sekitar 2 hari yang lalu, seorang senior memberikan selembar kertas kepada saya. Setelah saya lihat, ternyata itu adalah sertifikat. Sekilas memang tampak biasa saja. Tapi setelah saya teliti, ada kesalahan disana. Oh tidak….di situ tertulis Cut Dini Syahrini. Sejak kapan nama saya berubah. Walau hanya satu huruf, tapi itu sangat menjengkelkan. Ini sudah kesekian kalinya saya menerima sertifikat yang bertuliskan nama Cut Dini Syahrini. Jika kesalahan penulisannya ada di tempat yang lain, misalnya Cut Dinie Syahrani, atau Cut Dini Sahrani, saya masih bisa memaklumi. Tapi ini kesalahan ada di Syahrani ditulis Syahrini. Lagi dan lagi SYAHRINI. Saya bukan siapa-siapanya Syahrini. Hanya saudara seiman.

Tapi yang membuat saya tersinggung adalah orang yang melakukan kesalahan pengetikan pun hanya bisa tersenyum dan meminta maaf sekedarnya. Benar-benar memancing emosi. Mengapa popularitas orang lain merugikan saya. Sekali lagi saya tekankan, nama saya CUT DINI SYAHRANI bukan CUT DINI SYAHRINI. Bedakan huruf “A” dan “I”. Dan mohon lebih teliti. SYAHRANI bukan SYAHRINI.
Menjadi kebanggaan orang tua dan keluarga adalah impian semua anak di dunia. Tak terkecuali diriku yang naif  ini. Aku terlahir ke dunia ini sudah sekitar 19 tahun. Dan selama itu pula belum ada satu kebanggaan yang bisa kutorehkan pada hati orang tua dan keluarga. Bahkan sekarang aku merasa menjadi beban mereka.
Berawal dari rasa tak enak ku pada ke dua orang tua menyangkut masalah uang. Ya lagi-lagi uang. Kata orang kita tak bisa hidup tanpa uang. Tapi bukan pernyataan itu yang ingin kubela atau kubantah. Tapi masalah kebutuhanku yang semakin hari semakin meningkat dan membuatku harus sering meminta uang saku pada mereka.
Mungkin masih hal yang wajar jika seorang anak meminta uang saku pada orang tuanya. Apalagi anak sepertiku yang belum memiliki penghasilan. Akan tetapi ini sesuatu yang sudah berbeda. Maksudnya dulu aku sempat tak pernah meminta uang pada mereka. Bukan karena hubungan yang buruk, namun karena aku saat itu sudah mampu memenuhi kebutuhanku sendiri dengan penghasilan yang kudapatkan. Walau hanya sekedar uang jajan dan membeli buku untuk sekolah. 


Berawal saatku bergabung dalam sebuah sanggar kesenian terkemuka di kota ini. Nama sanggar ini sangat terkenal bahkan ke manca Negara. Setiap tahun utusan sanggar ini mempertunjukkan kebudayaan mewakili Aceh di Luar Negeri. Kabar terakhir yang kudengar, tahun lalu mereka berangkat ke Paris.
Sungguh hal yang sangat menyenangkan menjadi salah satu dari mereka. Saat aku diumumkan lulus kedua tes yang diberikan untuk menjadi anggota sanggar itu, dunia seakan tersenyum bersamaku. Berita ini tersebar cepat ke sanak saudara dan rekan-rekan. Siapa yang mengira bahwa anak dari seorang Ayah yang hanya tamat SMA ini bisa menjadi anggota sanggar yang sangat terkenal itu.
Setelah pengumuman kelulusan tersebut, hari-hariku disibukkan dengan kegiatan kesenian. Mulai dari latihan, nampil di berbagai acara besar dan mewah. Dan yang paling membuatku senang adalah, keletihan kami ini semua dihargai. Dihargai dengan materi tentunya. Tiap 2 bulan aku mendapat komisi yang lumayan jumlahnya. Belum lagi jika menjelang lebaran, kami mendapat THR yang dibagi rata pada setiap anggota. Hal aneh yang menyenangkan bagi remaja kelas 1 SMA saat itu.
Karena itulah, aku mulai belajar hidup mandiri. Mengatur uangku sendiri, mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran. Kalau masalah mengatur uang InsyaAllah aku berpotensi ^_^. Tak salah jika wali kelas SMP dulu menunjukku menjadi bendahara kelas. Dan semenjak itu, sangat jarang dan bahkan hampir tak pernah aku meminta diberikan uang jajan di pagi hari saat akan pergi ke sekolah atau bahkan untuk membeli pulsa. Kugunakan penghasilanku tersebut sebaik mungkin. Orang tua dan keluarga ku pun senang melihat perubahanku itu. Secara aku anak paling kecil yang selalu dianggap manja telah berubah menjadi anak yang mandiri, walau hanya dalam masalah keuangan. 


Namun ini hanya berlangsung sekitar 2 tahun. Aku mengundurkan diri dari sanggar itu saat prinsip haidupku mulai berubah dan begitupun dengan penampilanku. Aku menjauh dari kegiatan-kegiatan yang menurutku kurang baik. Memang bukan keputusan yang mudah. Mengundurkan diri berarti menghilangkan kebanggan orang tua dan keluargaku juga.  Namun aku telah mantap untuk mundur walau dengan kekhawatiran yang sangat. Dan aku hanya bisa berserah diri pada Sang Maha Cinta, yang mencintai hamba-Nya dengan cara yang mungkin tidak kita sadari.
Ternyata  yang ku khawatirkan pun terjadi. Ayah adalah orang pertama yang tidak setuju dengan keputusanku untuk keluar dari sana. Mungkin karena aku tidak memberikan alasan yang sebenarnya. Tapi aku fikir saat itu bukan saat yang tepat untuk mengungkapkan bahwa prinsip hidupku tlah berputar haluan. Aku ingin tobat.
Dan cemoohhan dari sanak keluarga dan teman-teman pun datang silih berganti. “Bodoh kali si uni tu, masuk susah-susah kok tiba-tiba keluar”. “Bodoh kali qe cut, ntah apa keluar, ngak sempat ke luar negeri tu”. Dan masih banyak kalimat-kalimat hujatan bodoh itu terlontar. Namun bukan itu yang membuatku sangat sedih. Masalah keuangan. Ya lagi dan lagi uang. Keluar dari sana berarti tak ada lagi penghasilan.
Dan memang sejak saat itu aku mulai sekali-kali meminta uang pada orang tua. Namun kadang ku coba untuk menahan diri walau aku harus menahan rasa lapar di sekolah karena tak ada uang jajan. Bukan karena orang tuaku tak mampu memberiku jajan, tapi karena ku malu. Aku malu jika harus melakukan sesuatu yang telah 2 tahun, tak pernah kukerjakan lagi. Aku malu melihat ayah membuka dompet dan mengeluarkan beberapa lembar rupiah untuk sakuku. Aku malu.

Dan kini umurku telah 19 tahun. Rasanya tak pantas lagi aku bergantung pada mereka. Meminta uang berarti menyusahkan mereka. Dan itu membuatku sangat sakit. Bahkan aku pernah tak henti-henti menangis semalaman karena malu memikirkan keberadaanku di rumah yang hanya menyusahkan mereka. Walau mereka tak pernah sekalipun mengeluh, tapi aku tak tega. Apalagi sekarang Ayah sudah pensiun. Aku tak ingin menjadi beban mereka. Dan aku ingin sekali bekerja. Kerja untuk menghasilkan uang.

Mak,Yah,kak, bang, uni mau kerja…..:(




Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

About Me

Pengagum laut | Pecinta Biru | Berhobi Makan | Bercita-cita Kurus

POPULAR POSTS

  • ALL is Well
  • Saya SYAHRANI bukan SYAHRINI
  • several events each year
  • Mengenali Perasaan Lewat Senyuman

RECENT POST

  • ►  2017 ( 6 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  April ( 2 )
    • ►  Februari ( 1 )
    • ►  Januari ( 2 )
  • ►  2016 ( 5 )
    • ►  Desember ( 5 )
  • ►  2014 ( 1 )
    • ►  Maret ( 1 )
  • ►  2013 ( 5 )
    • ►  Desember ( 2 )
    • ►  Oktober ( 1 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  Maret ( 1 )
  • ►  2012 ( 8 )
    • ►  November ( 2 )
    • ►  Oktober ( 1 )
    • ►  Juni ( 1 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 1 )
    • ►  Maret ( 1 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ▼  2011 ( 12 )
    • ►  Desember ( 1 )
    • ►  Agustus ( 1 )
    • ►  Juni ( 2 )
    • ►  Mei ( 1 )
    • ►  April ( 2 )
    • ▼  Maret ( 2 )
      • Saya SYAHRANI bukan SYAHRINI
      • Masa Lalu Dalam Uang
    • ►  Februari ( 2 )
    • ►  Januari ( 1 )
  • ►  2010 ( 2 )
    • ►  Desember ( 2 )

Categories

  • Cerita 28
  • Fiksi 3
  • Publikasi 7
  • Puisi 5
cutdin. Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Teman

  • Muarrief Rahmat
  • Bachnar Jr.
  • Narasi Kearifan
  • Aula Andika Fikrullah Albalad
  • Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

FOLLOW US @ INSTAGRAM

Copyright © 2016 Cut Dini Syahrani. Created by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Templates